PENGEMBANGAN SPECIES TANAMAN PANTAI UNTUK REHABILITASI DAN PERLINDUNGAN KAWASAN PANTAI
Oleh: M. Yamin Mile,
Instansi: Balai Penelitian Kehutanan Ciamis
Tsunami berasal dari bahasa Jepang yang secara harfiah mempunyai arti gelombang di pelabuhan, terjadi karena gangguan implusif pada air laut akibat terjadinya perubahan bentuk dasar laut secara tiba-tiba oleh adanya tumbukan lempeng bumi yang bergerak. Bencana tsunami sudah sering terjadi di berbagai belahan bumi termasuk Indonesia. Menurut Sudarmono (2006), dari tahun 1900 sampai 1996 telah terjadi 17 bencana tsunami di Indonesia. Peristiwa tsunami di Banda Aceh tahun 2004 yang juga di alami di negara Asia lainnya merupakan peristiwa yang sangat dahsyat dengan jumlah korban terbesar dalam sejarah tsunami.
Pantai Selatan Jawa merupakan daerah yang cukup rawan terhadap gempa dan tsunami. Hal ini disebabkan karena pantai selatan tersebut berhadapan dengan lautan Hindia yang secara geologis merupakan pertemuan antara dua lempeng raksasa yakni Indo-Australia dan Euro-Asia yang selalu bergerak (Anonimous, 2006). Gempa bumi yang berkekuatan 6.8 pada skala richter yang terjadi di Pantai Selatan Jawa pada tanggal 17 Juli 2006, telah menyebabkan gelombang tsunami yang menghantam daerah-daerah di sepanjang pesisir pantai antara lain di Kabupaten Ciamis, Tasikmalaya dan Cilacap. Bencana ini menelan korban sejumlah 658 orang meninggal, 83 orang hilang dan sejumlah 20.450 orang mengungsi (METRO TV/27 Juli 2006). Selain itu gelombang tsunami mengakibatkan rusaknya ribuan bangunan dan perahu nelayan, serta ekosistem pantai. Daerah yang mengalami kerusakan paling parah adalah Kabupaten Ciamis, terutama di lokasi wisata Pangandaran, Kecamatan Parigi dan Kecamatan Cijulang (Soehaimi, A. 2006)
Peristiwa bencana alam tsunami di pantai selatan Ciamis terlihat bahwa vegetasi pohon yang tumbuh di wilayah tersebut sedikit mengalami kerusakan. Ini membuktikan bahwa pohon yang bediri kokoh relatif tahan terhadap gelombang pasang. Hal ini terlihat pada barisan pohon yang berada di pantai pasir putih yang terletak dikawasan obyek wisata Pangandaran. Tegakan pohon tersebut berdasarkan pengamatan langsung di lapangan terdiri dari campuran pohon waru laut (Hibiscus tiliaceus), borogondolo ( Hernandia feltata), ketapang (Terminalia catappa ), nyamplung (Callophylum inophylum), keben (Baringtonia sp), pandan wong (Pandanus sp) dan sebagainya. Areal yang terlindungi oleh tegakan pohon tersebut, kerusakannya jauh lebih kecil dibanding dengan daerah pesisir sekitarnya yang terbuka tanpa vegetasi. Pada daerah yang terbuka tanpa vegetasi seperti kawasan pantai Cikembulan, Parigi dan Cimerak, kerusakan fisik dan korban jiwa manusia lebih banyak.
Berdasarkan hal tersebut di atas, penanaman pohon sebagai jalur hijau disepanjang sempadan pantai merupakan suatu kebutuhan sebagai upaya perlindungan kawasan dan pengendalian daya rusak air pasang. Disamping itu jalur hijau berperan dalam rangka penataan lingkungan dan pengembangan potensi ekonomi di wilayah pantai (Perda Propinsi Jawa Barat No.8 Tahun 2005 tentang Sempadan Sumber Daya Air; Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.).
Pemerintah Daerah Kabupaten Ciamis menetapkan untuk mengadakan penataan kawasan pantai selatan dan membangun jalur hijau yang dapat memberikan fungsi perlindungan, ekologi dan ekonomi. Kegiatan tersebut perlu dilakukan secara terencana dan terkendali yang didahului dengan pembuatan desain disesuaikan dengan kondisi lapangan ( Pemerintah Kabupaten Ciamis, 2006). Mengingat kegiatan pembangunan jalur hijau yang telah berhasil dilakukan ditempat lain belum banyak terdokumentasi, maka Pemerintah Daerah Kabupaten Ciamis menyerahkan pembuatan desain dan uji coba lapangan kepada Balai Penelitian Kehutanan Ciamis.
***
Sumber :
http://www.biotifor.or.id/index.php?action=publikasi.detail&id_akt=31
diakses Selasa, 16 September 2008
No Response to "PENGEMBANGAN SPECIES TANAMAN PANTAI UNTUK REHABILITASI DAN PERLINDUNGAN KAWASAN PANTAI"
Posting Komentar