Ejah (54 th), Cidadap Legokjawa, 026
Laut Waas, Tak Ada Rumah Satu pun
Pada hari senin saya sesudah sepulang sekolah saya sedang membuat pagar di depan rumah. Sesudah saya membuat pagar saya pergi dengan teman saya untuk ke rumahnya. Tetapi di tengah perjalanan saya mendengar gemuruh suara seperti kapal. Saya pun tadinya mau mendekati ke suara gemuruh kapal itu, tapi orang-orang malah berlarian. Saya bertanya kepada orang itu, “ada apa mang?” kata saya.
“Ada tsunami…!” jawab orang itu.
Saya pun bergegas lari naik sepeda dengan tem,an saya. Sesampainya saya di jalan saya melihat angin sangat kencang dan orang-orang berlarian. Saya pun mencari bukit yang tinggi menyelamatkan diri.
Sesampainya di bukit saya melihat ke arah laut dan saya pun melihat ombak sangat tinggi, di atas pohon kelapa, dan airnya kulihat berwarna kekuning-kuningan. Dan di bukit itu pula saya melihat ibu. Teman saya yang terbawa arus air laut, dan saya pun juga bertemu dengan mamang saya. Lalu tidak lama kemudian mamang saya mengajak saya ke Desa Masawah.
Di perjalanan saya melihat orang-orang berkumpul dan sesudah itu saya melihat mobil kelapa. Saya pun ikut di dalam mobil itu. Saya melihat orang-orang menangis kesakitan. Sesampainya di desa, saya mencari ibu dan ayah saya. Namun saya tidak bertemu. Saya pun melihat mayat dua orang yang dibawa oleh mobil polisi. Setelah itu saya pun diajak oleh nenek saya untuk ke rumah famili nenek saya.
Paginya saya pergi ke desa. Saya melihat orang-orang membawa mayat yang dari mobil. Setelah itu saya pun bertemu dengan ibu dan ayah saya. Saya pun melihat orang-orang membangun tenda di depan balai desa Masawah. Setelah itu, keesokan harinya banyak bantuan seperti beras, baju, makanan, minuman, obat-obatan dan lain-lain. Saya pun melihat orang-orang yang sedang mengubur jenazah secara masal.
Sesudah dua minggu hidup di pengungsian, saya pun pulang ke lokasi dengan ibu dan ayah saya. Setelah itu kami sekeluarga membersihkan rumah kami dari sampah dan Lumpur. Saya melihat di depan rumah banyak baju, ikan yang mati, sampah, dan lain-lain. Sesudah membersihkan rumah, saya pun melihat dari kejauhan, laut sangat ‘waas’ tidak ada rumah satu pun.
Setelah itu saya melihat petugas yang sedang membersihkan sisa sampah yang masih berserakan. Saya pun pulang ke rumah. Malamnya saya sangat takut karena rumah-rumah yang gelap. Paginya orang-orang dari desa dating untuk membuat tenda. Saya pun dengan keluarga menginap di tenda Rotari yang dibuat oleh orang lain. Sesudah itu ibu-ibu menyiapkan makanan yang ada di dapur umum.
Sesudah itu, kami pun pergi ke tenda masing-masing. Keesokan harnya banyak orang-orang yang menyumbang ke lokasi tenda. Mereka menyumbang makanan, minuman, beras, baju, alat mandi, seperti handuk, sikat gigi, sabun, dan perlengkapan bayi. Setelah itu kami pun merasa senang karena sudah ada yang menyumbang ke kampung saya.
Tiga bulan sudah tidak terasa, kami pun harus berani tidur di rumah masing-masing, karena kalau di tenda terus pasti aktivitas kami pasti akan terganggu dan kami pun pasti akan trauma terus dan tidak akan pernah pulih seperti sebelumnya.
No Response to "Ejah (54 th), Cidadap Legokjawa, 026"
Posting Komentar